Minggu, 25 September 2011

SEPURKU SEPURMU di pabrik gula semboro jember

Yang tak akan ku lupakan dan selalu terbayang di benakku waktu aku masih sekolah di SMEP Negeri Tanggul hingga SMEA Negeri Jember (Tata Buku) mengenai transportasi dikala itu, yaitu kendaraan menuju ke sekolah. Setiap hari .......dari rumah hingga tempat pos menunggu datangnya sepur, yang oleh kawan-kawan diberi nama Pos Pak Ni di kawasan dusun Kendalan, itu masih sangat pagi, sebab aku dari rumah menuju pos tersebut berjalan kaki.  Sewaktu masih sekolah di SMEP Tanggul, sepur dari Pos Pak Ni, berangkat menuju Tanggul jam 06, tiba di stasiun Tanggul jam 06.30, jadi aku berangkat dari rumah harus jam 05.15.  Kemudian sewaktu aku melanjutkan sekolah di SMEA Neg Jember aku berangkat dari rumah  jam 04 kurang lima belas menit (pagi), hingga dipos Pak Ni lebih kurang jam 04.30. dan sepurpun berangkat menuju stasiun KA  Tanggul jam 04.45, sampai di stasiun Tanggul lebih kurang jam 05.30, sebab Kereta Api dari Stasiun Tanggul menuju Stasiun Jember jam 06 kurang lima belas menit, tiba di Stasiun  Kota Jember lebih kurang jam 06.30. Kemudian dari Stasiun Kota Jember ramai-ramai jalan kaki menuju SMEA Negeri Jember (di Cantikan), lama perjalanan lebih kurang 20 menit. Maka sampailah aku dan kawan-kawan di sekolah dalam keadaan keringat bercucuran, basah-kuyup, antara lain jalan dari stasiun k.a. ke sekolah berjalan dengan menggunakan kecepatan tinggi. Yang aku ceritakan diatas jikalau segalanya lagi normal, artinya bangunku tidak kesiangan, sepurnya tidak lagi terlambat karena ada kerusakan mesin atau terkadang rel sepur lagi direhab. 
     Itu baru berangkatnya, sedangkan pulangnya........nggak tentu, jam berapa harus pulang, jam berapa diperjalanan, tidak bisa dipastikan, bahasa kerennya mengenai pulang sekolah, tiba dirumah tidak bisa diprediksi.  Jikalau keluar dari sekolah jam 13.00 maka sampai di Stasiun KA Jember Kota lebih kurang jam 13.20, dan jika kereta tepat waktu maka berangkat dari Jember Kota Jam 14.00 menunju Sta Tanggul, sampai di Sta Tanggul jam 14.30, tiba dirumah rata-rata jam 16.00. Namun jangan dikira......., hampir setiap hari Kereta Api terlambat, jadi tiba rirumah sering-sering jam 21.00, langsung tidur, sebebab disaat itu televisi belum ada, radio tidak punya....... jadi ya mau apa lagi ?
     Jikalau para pembaca tulisanku ingin tahu model loko nya, ya lihat saja seperti foto diatas yang aku relist dari arsipnya Bang Johan tetanggaku di Semboro Kidul. Sedangkan gerobag nya dari papan kayu jati kuwalitas bagus dan tampak mewah. Jika dicari bandingan mengenai model yang sekarang seperti Kereta Komuter Surabaya-Sidoarjo, tempat duduknya ditepian membujur dari depan ke belakang  dan ditengah juga ada satu deret mebujur dari depan ke belakang pula, jadi jika sepur  lagi melaju para penumpang duduk dalam posisi miring. Pokoknya aku dan kawan-kawan cukup puaslah dan ternyata ikut membantu kelestariannya, ikut merawatnya dengan sepenuh kemampuan kami, meskipun ada teman-teman yang corat-coret dengan fulpennya di dinding-dingding sepur, tapi itu tidak mengganggu kelestariannya. Hingga akhir aku sekolah di SMEA Negeri Jember, aku masih merasakan nikmatnya sepur fasilitas Pabrik Gula Semboro.  
     Aku mengerti setelah aku dewasa, aku baru berfikir........., wuih....... ternyata pikiran orang-orang terdahulu itu  juga canggih-canggih, juga maju.  Seperti bantuan transportsi berupa sepur untuk para pelajar yang   berekonomi lemah seperti orang tuaku ternyata juga diperhatikan oleh pihak pengelola Pabrik Gula Semboro. Ini menunjukkan kepedulian sosial yang benar-benar terealisir dan fakta, aku sendiri ikut merasakan. Jadi tidak hanya pihak keluarga pegawai Pabrik Gula Semboro saja yang mendapat fasilitas khususnya transportasi berupa Bus Sekolah, akan tetapi masyarakat lingkungan Perusahaan pun mendapat perhatian. Kemudian tinggal pihak masyarakat bagaimana merespon fasilitas-fasilitas yang disuguhkan oleh Pabrik Gula. Tentunya semua masyarakan lingkungan Pabrik harus menanggapi dengan posisitip dan antusias. Artinya pihak penerima bantuan harus ikut menjaga, ikut memiliki dan paling tidak ikut memelihara menurut kemampuannya.
     Tidak hanya Sepur untuk sekolah saja yang diperbantukan  untuk masyarakat lingkungan Pabrik Gula, tapi juga Sepur Wisata setahun sekali dari Semboro ke Pantai Puger turun di Grenden. Wah.... ini jikalau saat ini di gugah kembali, sungguh menakjubkan. 



                          Penulis naskah dan kolektor mBah Sakrip
             alumni smea negeri (tata buku) jember lulus tahun 1970 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar